Perkembangan Agama Pada Anak Dalam Kandungan - Kind_Blog

Latest

Senin, 19 Februari 2018

Perkembangan Agama Pada Anak Dalam Kandungan



Dalam ajaran agama (terutama islam) hubungan antara kedua jenis baru dapat disahkan setelah melalui prosedur yang menghalalkan keduanya, dan salah satunya yaitu akad nikah.
Dalam pelaksananannya setiap pengantin diisyaratkan terlebih dahulu untuk membaca Syahadatain (Asyhadu An Laialaha Illa Allah, wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah).  Hal ini menandakan bahwa akad nikah dalam perkawinan dapat terlaksana karena kehendak dari Allah SWT., ini menandakan bahwa dari awal pembentukan keluarga telah diagamakan terlebih dahulu. [1]
Imam Bawani juga menjelaskan bahwa Naluri beragama seseorang tertanam kuat sebelum kelahirannya di dunia, karena pada dasarnya manusia diciptakan atas fitrahnya. [2]
Bersenggamanya suami isteri dikatakan sebagi washilah yang mempertumukan bibit sperma dan bibit ovum, sebelum melalui amaliahnya. Dalam satu hadis Rasulullah SAW.,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ يَبْلُغُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَقُضِيَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ لَمْ يَضُرُّهُ         
Artinya:
“Dari ibnu abbas, ra. Nabi Saw. Bersabda: Jika salah seorang diantara kamu ketika mendatangi isterinya untuk bersenggama katakanlah : Dengan nama Allah, Ya Allah Ya Tuhanku jauhkan lah aku dari tipu daya syaitan, dan jauhkan pula daya syaitan dari rezeki yakni anak yang kelak Engkau anugerahkan kepadaku. Maka akan lahir dari hubungan itu seorang anak yang tidak terpedaya oleh tipu daya syaitan selama-lamanya.”
Hadis diatas menjelaskan bahwa perlunya si ayah untu menjadi pengambil inisiatif untuk mendekati isterinya hendaknya berdoa memohn kehadirat-Nya.
Masa dalam kandungan seorang ibu biasa dikatakan sebagai masa pranatalis atau masa intra uterin. Kehidupan anak pada masa ini dapat dianalisa melalui peninjauan sesuai pada titik perkembangan itu sendiri.
Selama dalam kandungan, seyogyanya anak sudah harus dibina keagamaannya melalui pendekatan yang memungkinkan, karena kehidupan pada waktu itu merupakan mata rantai untuk menuju kehidupan yang akan datang. [3]
Jika diteliti secara cermat, pada dasarnya ajaran islam melalui pendekatan tertentu, rasa keagamaan anak dididik dan dikembangangkan melalui sekurang-kurangnya dua cara: [4]
a.        Langsung dari Tuhan
Ketika masih dalam kandungan yang berusia 120 hari (mudgah), Allah memerintahkan kepada malaikat untuk mengambil roh di alam roh, kemudian dihadapkan kepada Allah SWT., sebelum roha menjadi jiwa pada mudgoh tersebut.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT., dalam Surah Al A’raf ayat 172 yang artinya:
“dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
b.      Melalui si Ibu
Casimir mengatakan bahwa anak dalam kandungan telah dapat dididik melalui ibunya. Hal ini dapat dilihat secara jelas dalam ajaran islam, bahwa ketika seorang ibu ynag hamil dianjurkan untuk membacakan ayat suci dan juga dengat kisah para nabi.
Setelah seorang bayi lahir, ada beberapa kegiatan yang biasanya dilakukan oleh sepasang suami dan isteri, diantaranya:
1.      Membacakan adzan dan iqamah
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW., yang Artinya:
Dari hasan bin ali ra, dia berkata “Rasulullah saw bersabda: barang siapa lahir baginya seorang anak , maka hendaklah dia membacakan adzan pada telinga kanannya dan iqamah pada telinga kirinya, niscaya ia tidak akan diganggu oleh jin”.
2.      Mendoakan anak yang baru lahir
3.      Aqiqah, gunting rambut dan memberi nama




[1] Abd Muiz Kabry, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Pinrang: PT Pinrang Media Grafika, 2013) hal 63
[2] Imam Bawani, Perkembangan Jiwa Anak Usia Balita, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1997) hal 85
[3] Ibid, Abd Muiz Kabry, hal 68
[4] Ibid, Abd Muiz Kabry, hal 68

Tidak ada komentar:

Posting Komentar