Tujuan Bimbingan Konseling Islam - Kind_Blog

Latest

Senin, 19 Februari 2018

Tujuan Bimbingan Konseling Islam



Dalam suatu pelaksanaan ke giatan terkhususnya Bimbingan Konseling Islam (BKI) tentunya memiliki beberapa hal yang harus jelas di awal. Salah satu hal tersebut yaitu tujuan bimbingan konseling islam. Anwar sutoyo dalam bukunya menyatakan tujuan dalam bimbingan konseling memiliki tiga kategori. Tujuan jangka pendek yang memiliki pencapaian agar individu dapat memahami dan menaati tuntunan dalam al Quran[1].
Sri Astutik juga dalam bukunya menjelaskan tujuan bimbingan konseling islam secara umum dan khusus. Tujuan umum menyesuaikan terhadap tujuan pendidikan sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), Tahun 1989 (UU No. 2/1989), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sedangkan Tujuan Khusus dalam bimbingan konseling islam memiliki tujuan membantu masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, dan spiritual. Bimbingan pribadi-sosial tersebut berupaya untuk mewujudkan pribdai yang taqwa, mandiri dan bertanggung jawab. Spiritual dimaksudkan untuk membimbing pribadi yang masih memiliki patologi dalam dirinya[2].
Sedangkan dalam bukunya bimbingan dan konseling dalam islam, Aunur Rahim Faqih juga membagi tujuan bimbingan dan konseling islam dalam tujuan umum dan tujuan khusus[3].
Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Tujuan khususnya adalah:      
1.      Membantu individu agar tidak menghadapi masalah
2.      Membantu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya
3.      Membantu individu memlihara dan mengembangkan situasi, dan kondisi yang baik atau yang tetap baik menjadi tetap baik atau  menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain[4].

Sebagaiman a yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa bimbingan konseling menempati bidang pelayanan pribadi secara keseluruhan dalam prosesnya. Mengenai hal tersebut, Prayitno juga menerangkan dalam bukunya bahwa bimbingan dan konseling diberikan sebagai upaya agar konseli dapat menemukan pribadi , mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan[5].
Ada tiga hal yang tercantum dalam penjelasan tersebut yaitu, menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanaka masa depan[6].
Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar konseli mampu mengenali kekuatan maupun kelemahan dalam dirinya sendiri serta menerimanya secara positif dan dinamis sehingga menjadi acuan untuk pengembangan diri lebih lanjut. Tentunya setiap pribadi memiliki hal-hal posiitif maupun negatif dalam dirinya. Jika seseorang mampu mengenali kekurangan dalam dirinya, kemudian menjadikannya suatu hal yang positif yang menjadikan dirinya lebih baik. Sebaliknya jika seseorang mengenali kelebihan dalam dirinya, hendaknya dia tidak menjadi pribadi yang sombong dan berhenti berusaha. Begitupula ketika menemukan dirinya dalam keadaan jasmani dan rohani yang kurang menguntungkan, hendaknya tidak menjadi alasan untuk bersedih dan merasa rendah diri. Sesungguhnya Allah SWT., menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya, adanya kelebihan dalam diri seseorang memiliki maksud-maksud tertentu. Sebagaimana dalam firman-Nya surah At Tiin:
لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ ٤
Artinya: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At Tin: 05)
Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta mengenal lingkungan secara obyektif, baik lingkungan sosial dan ekonomi, lingkungan budaya yang sangat sarat dengan nilai-nilai dan norma-norma, maupun lingkungan fisik dan menerima berbagai kondisi lingkungan tersebut secara positif. Hal tersebut sebaagai penunjang konseli untuk lebih mengenal lingkunngannya, sekaligus diupayakan mampu menyesuaikan diri dimana ia berada dan mampu bekerja secara optimal dalam pengembangan dirinya. Namun hal tersebut bukan berarti menuntut konseli untuk harus “nrimo” (red: menerima secara pasrah) dan tunduk terhadap situasi tersebut. Melainkan mereka diharapkan mampu untuk bersikap positif terhadap lingkungannya itu.
Sedangkan bimbingan dalam rangka merencanakan masa depandimaksudkan agar konseli mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya, baik yang menyangkut tentang pendidikan, karier, budaya, keluarga, agama, dan masyarakat[7]. Melalui perencanaan masa depan tersebut, konseli diharap mampu untuk mewujudkan dirinya sendiri berdasar pada bakat, minat, intelegensi, dan kemungkinan-kemungkinan yang dimilikinya. Apabila kemampuan dalam mewujudkan diri ini benar-benar telah ada pada diri seseorang maka akan menjadikan pribadi yang mandiri, bebas dan terarah [8].



[1] Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan Praktik), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015) hal 24
[2] Sri Astutik, Pengantar Bimbingan dan Konseling Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014) hal 17
[3] Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Jakarta: UII Press, 2001) hal 35-36
[4] Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Jakarta: UII Press, 2001) hal 35-36
[5] Prayitno, Layanan Bimbingan Konseling dan Kelompok, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995) hal 23
[6] Ibid, hal 57
[7] Ibid, hal 59
[8] Hallen A, Ibid, hal 59

Tidak ada komentar:

Posting Komentar