Dalam
suatu pelaksanaan ke giatan terkhususnya Bimbingan Konseling Islam (BKI)
tentunya memiliki beberapa hal yang harus jelas di awal. Salah satu hal
tersebut yaitu tujuan bimbingan konseling islam. Anwar sutoyo dalam bukunya
menyatakan tujuan dalam bimbingan konseling memiliki tiga kategori. Tujuan
jangka pendek yang memiliki pencapaian agar individu dapat memahami dan menaati
tuntunan dalam al Quran[1].
Sri
Astutik juga dalam bukunya menjelaskan tujuan bimbingan konseling islam secara
umum dan khusus. Tujuan umum menyesuaikan terhadap tujuan pendidikan
sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN), Tahun 1989 (UU No. 2/1989), yaitu terwujudnya manusia Indonesia
seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sedangkan Tujuan Khusus dalam bimbingan konseling
islam memiliki tujuan membantu masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan
perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, dan spiritual. Bimbingan
pribadi-sosial tersebut berupaya untuk mewujudkan pribdai yang taqwa, mandiri
dan bertanggung jawab. Spiritual dimaksudkan untuk membimbing pribadi yang
masih memiliki patologi dalam dirinya[2].
Sedangkan dalam bukunya bimbingan dan
konseling dalam islam, Aunur Rahim Faqih juga membagi tujuan bimbingan dan konseling
islam dalam tujuan umum dan tujuan khusus[3].
Tujuan umumnya adalah membantu individu
mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat.
Tujuan khususnya adalah:
1. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah
2. Membantu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya
3. Membantu individu memlihara dan mengembangkan situasi, dan kondisi yang
baik atau yang tetap baik menjadi tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan
menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain[4].
Sebagaiman
a yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa bimbingan konseling menempati bidang
pelayanan pribadi secara keseluruhan dalam prosesnya. Mengenai hal tersebut,
Prayitno juga menerangkan dalam bukunya bahwa bimbingan dan konseling diberikan
sebagai upaya agar konseli dapat menemukan pribadi , mengenal lingkungan dan
merencanakan masa depan[5].
Ada
tiga hal yang tercantum dalam penjelasan tersebut yaitu, menemukan pribadi,
mengenal lingkungan dan merencanaka masa depan[6].
Bimbingan
dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar konseli mampu mengenali
kekuatan maupun kelemahan dalam dirinya sendiri serta menerimanya secara
positif dan dinamis sehingga menjadi acuan untuk pengembangan diri lebih lanjut.
Tentunya setiap pribadi memiliki hal-hal posiitif maupun negatif dalam dirinya.
Jika seseorang mampu mengenali kekurangan dalam dirinya, kemudian menjadikannya
suatu hal yang positif yang menjadikan dirinya lebih baik. Sebaliknya jika
seseorang mengenali kelebihan dalam dirinya, hendaknya dia tidak menjadi
pribadi yang sombong dan berhenti berusaha. Begitupula ketika menemukan dirinya
dalam keadaan jasmani dan rohani yang kurang menguntungkan, hendaknya tidak
menjadi alasan untuk bersedih dan merasa rendah diri. Sesungguhnya Allah SWT.,
menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya, adanya kelebihan dalam diri
seseorang memiliki maksud-maksud tertentu. Sebagaimana dalam firman-Nya surah At Tiin:
لَقَدۡ
خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ ٤
Artinya: “Sesungguhnya kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At Tin: 05)
Bimbingan
dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta mengenal lingkungan
secara obyektif, baik lingkungan sosial dan ekonomi, lingkungan budaya yang
sangat sarat dengan nilai-nilai dan norma-norma, maupun lingkungan fisik dan
menerima berbagai kondisi lingkungan tersebut secara positif. Hal tersebut
sebaagai penunjang konseli untuk lebih mengenal lingkunngannya, sekaligus
diupayakan mampu menyesuaikan diri dimana ia berada dan mampu bekerja secara
optimal dalam pengembangan dirinya. Namun hal tersebut bukan berarti menuntut konseli
untuk harus “nrimo” (red: menerima
secara pasrah) dan tunduk terhadap situasi tersebut. Melainkan mereka
diharapkan mampu untuk bersikap positif terhadap lingkungannya itu.
Sedangkan
bimbingan dalam rangka merencanakan masa depandimaksudkan agar konseli mampu
mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya, baik yang menyangkut
tentang pendidikan, karier, budaya, keluarga, agama, dan masyarakat[7].
Melalui perencanaan masa depan tersebut, konseli diharap mampu untuk mewujudkan
dirinya sendiri berdasar pada bakat, minat, intelegensi, dan
kemungkinan-kemungkinan yang dimilikinya. Apabila kemampuan dalam mewujudkan
diri ini benar-benar telah ada pada diri seseorang maka akan menjadikan pribadi
yang mandiri, bebas dan terarah [8].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar