Perkembangan Agama Pada Anak - Kind_Blog

Latest

Senin, 19 Februari 2018

Perkembangan Agama Pada Anak

Menurut para ahli, anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk yang religious, namun anak yang lahir lebih mirip sebagai binatang dan malah dikatakan jika anak seekor kera itu lebih manusiawi dibanding anak manusia[1]. Namun, sebagaimana yang diketahui bahwa seorang anak yang dilahirkan itu sudah dalam keadaan yang fitrah keagamaan.
Ernest Harmas mengemukakan pendapat dalam bukunya “The Developmental of Religious on Children” bahwa perkembangan seorang anak melalui tiga tingkatan:[2]
1.      The Fairy Tale of Stage (Kisah Dongeng)
Pada tingkatan ini berusi 3-5 tahun, konsep ketuhanan anak lebih banyak berasal dari fantasi dan emosi. Kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi oleh kehidupan fantasi sehingga seorang anak kerap menanggapi agama dengan konsep fantasi berupa dongeng yang kurang masuk akal.
2.      The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Tingkatan ini dimulai ketika berusia 7-22 tahun. Pada masa ini konsep ketuhanannya sudah mulai mencerminkan konsep yang berdasarkan pada kenyataan. Pada masa ini seseorang sudah mulai mendapatkan konsep dari berbagi arah, diantaranya lembaga pengajaran dan juga ide atas keagamaan didasarkan oleh emosionalnya. Berdasarkan hal itu, makan anak pada masa ini mulai tertarik dan senang dengan kegiatan keagamaan di lingkungannya.
3.      The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkatan ini seorang anak telah memiliki kepekaan emosi sejalan dengan perkembangan usianya. Adapun konsep dari keagamaan yang individualistik terbagi pada tiga golongan, yaitu: [3]
a.       Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan koservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil dari fantasi. Hal ini disebabkan pengaruh dari luar.
b.      Konsep ke-Tuhanan yang murni dengan dinyatakan oleh pandangan personal.
c.       Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Perubahan ini dipengaruhi oleh factor intern yaitu usia dan factor ekstern berupa pengaruh dari luar.
Memahami konsep keagamaan dari anak berarti memahami sifat agama pada anak. Ide keagamaan seorang anak hampir keseluruhan dari luar “Ideas concept on authority”. Hal tersebut dapat dengan mudah dimengerti karena anak usia muda telah melihat berbagai kegiatan dari luar dan mempelajari hal-hal yang mereka lihat. Berdsarkan hal tersebut maka bentuk dan sifat keagamaan pada diri anak dapat dibagi atas: [4]
1)      Unreflective (Kurang mendalam/tanpa kritik)
Biasanya seorang anak mendapatkan asumsi dari luar yang biasanya langsung diterima tanpa adanya kritikan. Ajaran agama yang mereka dapatkan dapat diterima tanpa kritik. Meskipun demikian pada beberapa anak banyak yang memiliki ketajaman pikiran untuk menimbang pemikiran yang diterimanya (kritis). 
2)      Egosentris
Anak memiliki kesadaran diri sejak tahun pertama pertumbhannya dan berkembang sejalan dengan bertambahnya pengalaman. Ketika kesadaran diri pada anak mulai subur, maka timbullah keraguan pada egonya. Semakin bertumbuh maka semakin meningkat egoismenya.
3)      Anthomorphis
Konsep ketuhanan seorang anak berasal dari pengalaman yang didapatkan oleh interaksi dengan orang lain. Melalui konsep yang terbentuk dalam pikiran mereka menganggap bahwa Tuhan itu sama dengan manusia, pekerjaan Tuhan mencari dan menghukum orang yang berbuat jahat.
4)      Verbalis dan Ritualis
Pada kenyataannya, kehidupan atas keagamaan seorang anak tumbuh bermula dari sebuah verbal (ucapan). Mereka cenderung menghafalkan kalimat-kalimat yang didapatkan .
5)      Imitatif
Konsep keagamaan yang dilakukan anak pada dasarnya pula diperoleh dari kegiatan meniru. Misalnya berdoa dan shalat mereka laksanakan karena hasil dari melihat terlebih dahulu.
6)      Rasa Heran
Hal ini merupakan dorongan untuk anak mengenai sesuatu yang baru (new experience).




[1] Jamaludin, Ramaluyis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998) hal 32
[2] Ibid, hal 33
[3] Ibid, hal 34
[4] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997) Hal 68-72

Tidak ada komentar:

Posting Komentar